loder

Kecerdasan Artifisial untuk Melawan Hoaks Iklim: FaktaIklim yang Independen & Berkelanjutan

FaktaIklim, sebuah platform Kecerdasan Artifisial (KA) hasil kerjasama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS dan GIZ Indonesia dengan Prosa.ai dalam program FAIR Forward telah dikembangkanuntuk menanggulangi disinformasi dan misinformasi terkait perubahan iklim. Platform ini memanfaatkan penggunaan Kecerdasan Artifisial untuk memverifikasi informasi dan memberikan sumber informasi yang dapat diandalkan untuk membantu pengguna mencari sumber rujukan terkait perubahan iklim. Mari akses platform ini melalui website dan chatbot Telegram.

Platform ini telah diluncurkan pada 23 Januari 2025, di eL Hotel Bandung yang dihadiri oleh Bappenas, GIZ, Prosa.ai, dan rekan-rekan media. Dari peluncuran ini, Prosa.ai mendapatkan banyak pertanyaan agar platform ini dapat berkelanjutan dan hasil tetap netral dan bebas dari intervensi kepentingan. UntukFaktaIklim dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat, maka Workshop Implementasi FaktaIklim diselenggarakan untuk merumuskan keberlanjutan dan independensi. Workshop ini diadakan pada Rabu, 12 Maret 2025 di Mangkuluhur Artotel Suites, Jakarta. Workshop ini dihadiri berbagai pemangku kepentingan, dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Komunikasi dan Digital, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Kementerian Pertanian, Jakarta Smart City, akademisi, jurnalis lingkungan, hingga Lembaga Swadaya Masyarakat yang fokus pada isu lingkungan.

Workshop implementasi platform FaktaIklim ini mendapatkan sambutan baik dari Koordinator Ekosistem dan Pemanfaatan TIK, Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, BAPPENAS, Andianto Haryoko, ST., M.Si., “Tentunya ini menjadi salah satu prioritas nasional yang sudah masuk ke Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dalam menangkal misinformasi dan disinformasi iklim.”

Perwakilan GIZ, Advisor FAIR Forward, Ruth Schmidt, PhD menyerukan agar workshop ini menjadi ruang kolaborasi di antara pemangku kepentingan untuk membuat FaktaIklim bermanfaat bagi publik. “Kami hadir untuk mengeksplorasi cara kerja platform ini dan untuk menyusun strategi agar platform ini menjadi sumber daya yang berkelanjutan dalam upaya Indonesia melawan misinformasi iklim. Langkah ini memerlukan kolaborasi, komitmen, dan visi bersama untuk masa depan dengan integritas informasi yang mendukung aksiiklim yang bermakna,” ujar Ruth dalam sambutan.

“Untuk menangkal hoaks iklim, kami menggunakan model KA yang sudah ada dan kami adaptasikan dengan data-data yang sudah kami kumpulkan sebelumnya, untuk menghasilkan sebuah model KA yang sudah bisa memahami dan juga memberikan analisis terkait hoaks iklim,” ucap Mokhamad Wildan Marzuqon selaku Product Manager Prosa.ai.

Keberlanjutan dan independensi FaktaIklim masih sangat bergantung pada keterlibatan verifikasi manusia agar hasil pembelajaran mesin dari KA yang dihasilkan mengikuti fakta dengan sumber terverifikasi dan relevan dengan situasi dan kondisi ketika permintaan (query) dilayangkan pengguna. Workshop ini mendiskusikan aspek yang diperlukan untuk menunjang pemanfaatan lebih optimal dengan aspek pendanaan, pemeliharaan, verifikasi data, sumber data, pengadaan sumber daya manusia, pembaruan konten, peningkatan User Experience (UX, pengalaman pengguna), hingga kerjasama dalam penggunaan dan pengembangan dataset FaktaIklim.

Pendanaan untuk memelihara ini pun perlu terus diupayakan. Salah satu masukkan terkait sumber pendanaan dari peserta workshop Afgiansyah, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana. “Dari BAPPENAS bisa minta kepada Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) yang ada di Kementerian Keuangan. Dananya bukan dari APBN, tapi dari berbagai organisasi, baik korporasi maupun lembaga internasional.”

Fathir Mohamad dari World Resources Institute (WRI) mengusulkan kerjasama dengan universitas mengingat pengadaan sumber daya manusia dapat menjadi tantangan untuk keberlanjutan FaktaIklim. Dataset FaktaIklim yang bersifat sumber data terbuka (open-source) dapat dimanfaatkan oleh universitas, lembaga kajian, dan sektor swasta untuk terus dikembangkan agar FaktaIklim dapat digunakan untuk publik.

“Jadi ada kolaborasi antara universitas untuk mengembangkan lebih lanjut dari platfotm FaktaIklim. Ini bisa menjadi tambahan pengetahuan yang sangat besar untuk teman-teman mahasiswa,” ujar Fathir.

Selain memastikan platform ini dapat terus berkelanjutan, peserta dari workshop menyarankan agar KA dari FaktaIklim perlu dikembangkan dengan proses verifikasi yang baik. Inge Klara Safitri dari Tempo Cek Fakta mengatakan platform ini perlu menjaga kepercayaan publik terkait hasil yang dikeluarkan FaktaIklim.

“Saya menyarankan bahwa database-nya ya memang khusus cek fakta yang sudah jelas prosedurnya ya, itu baik itu dari media maupun dari source lain, tapi sudah jelas prosedurnya seperti apa, termasuk verifikatornya,” ujar Inge.

Proses verifikasi ini perlu dilakukan oleh verifikator yang telah mendapatkan pelatihan dari cek fakta yang terstandarisasi, seperti pelatihan pengecekkan fakta dari AFP. Sedangkan untuk organisasi atau lembaga, mereka dapat mengajukan kredibilitas kepada IFCN (International Fact-Checking Network).

Independensi verifikator juga bergantung kepada data yang ada untuk memverifikasi fakta iklim yang relevan saat pengecekkan fakta dilakukan. Rezki Yunanda, akademisi dari Universitas Binus juga menambahkan bahwa data yang diambil didapatkan dari data yang sudah tersaring dengan baik, “Kita berharap data yang digunakan itu data yang sudah bersih dan perlu dicek kebenaran dari datanya.”

Usulan ini selaras dengan beberapa rekomendasi dari peserta workshop lainnya bahwa data-data terkait iklim dapat diambil dari sumber jurnal akademis, media berita berkredibilitas, dan lembaga pemerintah seperti BMKG, hingga badan internasional seperti Bank Dunia, PBB, dan Asian Development Bank (ADB). Perlu kerjasama dengan portal berita yang memberitakan tentang isu-isu lingkungan secara faktual agar KA dapat melakukan data crawling terhadap situs berita tersebut.

FaktaIklim pun diharapkan agar tidak sekedar menjadi KA yang dimiliki oleh mesin pencarian seperti Google. User experience (UX) platform FaktaIklim perlu dikembangkan agar pengguna dapat memahami hasil dari referensi yang dikeluarkan dari KA tersebut, walaupun terdapat pro dan kontra dari isu iklim yang berkembang.

“Kekhawatiran muncul akibat adanya perbedaan pendapat, antara mereka yang setuju dan tidak setuju terhadap pemanfaatan data tersebut. Penting untuk mengkaji lebih lanjut perbedaan pendapat ini karena kedua sisi memiliki argumen yang valid,” ucap Leny Dwiastuty dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Fira Abdurrachman, Sekretaris Jenderal dari The Society of Indonesian Environment Journalists berharap bahwa FaktaIklim dapat membantu kerja jurnalis untuk mencari justifikasi terhadap pemberitaan yang mereka tulis. Fira memberikan referensi KA seperti Just Done AI dan WebScience yang dapat dijadikan rujukan agar FaktaIklim dapat berkembang menjadi lebih baik.

“KA itu tidak hanya untuk melabel bahwa dia hoaks atau tidak, atau disinformasi tidak, tapi dia bisa menjawab kebutuhan user-nya. Jadi, dari satu keyword, dari satu pertanyaan kegelisihan, KA itu bisa mengarahkan jawabannya akan seperti apa,” urai Fira. Agar platform FaktaIklim dapat digunakan secara maksimal, kerjasama yang baik antar lembaga diperlukan untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menanggulangi disinformasi dan misinformasi terkait perubahan iklim, serta penggunaan KA yang bertanggung jawab. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan, seminar, dan kampanye kesadaran tentang KA dan misinformasi dan disinformasi iklim di antara berbagai kelompok masyarakat.

Kecerdasan Artifisial memerlukan intervensi verifikasi manusia agar penggunaan KA dapat beretika dan menjawab tantangan iklim. Untuk FaktaIklim dapat menjadiKA yang beretika, perlu melalui kolaborasi antar pemangku kepentingan dan masyarakat yang terdampak akibat krisis iklim untuk menangkal hoaks iklim. Oleh karena itu, FaktaIklim akan terus menjadi KA dengan sumber data terbuka atau open-source AI agar dapat diakses luas inovator lokal dan berkembang bersama masyarakat yang terdampak akibat perubahan iklim.

None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None
None